Dua bulan telah berlalu, Mamisa telah meninggalkan kami dengan tiba-tiba tanpa bisa mengucapkan selamat tinggal, sedangkan keadaan Anakku semangkin memburuk dan membuat aku hampir menyerah kalah dengan Prinsip Hidupku, yaitu Dimana ada Kemauan disitu ada Jalan oleh suatu keadaan untuk ke 3 Kalinya dalam kehidupanku.
Pertama kali waktu aku di Semarang masih di kelas 1
di SMA Kolese LOYOLA , yang kedua kali di Semester pertama,di RWTH Aachen...tetapi kalau yang ketiga kali ini aku betul menyerah maka bukan hanya aku yang hancur tetapi kehidupan dan masa depan Anakku yang masih panjang itu pun akan hancur😟
Ayah macam apakah aku ini???
Dan bagaimana dengan janjiku kepada Mamisa? Untuk membesarkan anak kita satu-satunya agar menjadi orang yang 3B, yaitu ( Berhasil,Berguna dan Berbahagia ).
Aku selalu siap Mati demi anakku,mengapa sekarang aku takut hidup untuk anakku ?
Tidak aku harus Tegar...Semangat!!!...walaupun pada saat itu JUNA sudah 3 Minggu tidak bicara denganku dan selalu mengunci diri di Kamarnya, sudah beberapa hari dia tidak mau masuk sekolah dan aku harus selalu mencari alasan ke Sekretariat di sekolahnya...yang sudah mulai hafal dengan suaraku.
Sementara itu keadaan JUNA semangkin memburuk dan susah untuk Berkomunikasi denganku dan seluruh manusia di sekelilingnya...sifatnya yang Introvert semakin bertambah buruk.
Yang sangat aku takutkan adalah kemungkinan sekolahnya melapor ke pihak kepolisian, yang akan membawa JUNA ke Jugendamt dan akan menyatakan aku sebagai orang tua yang tidak mampu mendidik anaknya sebagai layaknya orang-orang Asozial.
Bayangan yang sangat menakutkan bagiku adalah... JUNA akan ditaruh di "Asrama Negara" Anak-anak dari keluarga tak mampu / anak Yatim...dan kebanyakan dari mereka telah tercatat sebagai Pelaku tindak Kriminal.
Asrama yang pada saat itu kebanyakan dipenuhi oleh anak-anak Pengungsi dari negara Timur atau Timur tengah, yang Mohon maaf tidak punya perasaan,Iman, pendirian dan bertabiat untuk menghalalkan segala cara demi mencapai kepentingan mereka, yang ternyata tidak jauh berbeda dengan kebanyakan orang di Indonesia..yang seyogyanya beragama dan banyak memakai Jilbab Gaul dan Membentak-bentak Anakku yang belum Faham Bahasa Indonesia dan Budaya semau Gua dalam berantri. Ingin dihargai, tetapi tidak bisa menghargai orang lain terlebih dahulu...apalagi dengan Anak Kecil, seperti mereka lahir langsung Dewasa saja.Tidak punya Empati seperti Rasulullah mencontohkan dalam Kisahnya dengan Pengemis Yahudi yg.Buta.
Anak-anak di Asrama Negara itu, Mereka bukan lagi Manusia-manusia kecil, tetapi binatang -binatang buas kecil yang berparas Manusia, Bayangan inilah yang sangat menakutkan ku, Bagaimana Kalau JUNA terpengaruh oleh Mereka.
Akupun sudah memohon langsung berhenti dari pekerjaanku sebagai Asisten Kepala Bagian System Administrator atau IT Support Team untuk Dapat betul-betul mengawasi perkembangan psychologie anakku 24 X 7 Jam.
Walaupun hal itu membuat Boss dan Teman kantorku banyak yang kecewa dan akhirnya membuat kesulitan dalam pengurusan Pensiunku saat ini.
Sudah banyak uang yang kuhabiskan untuk merenovasi kamar tidur dan ruang belajar anakku dan membelikan peralatan Musik, Komputer dan lainnya agar dia sedikit terhibur.
Tetapi hal itu tidak merubahnya sama sekali karena memang penderitaannya terlalu berat, karena beberapa Faktor :
- Ada berapa puluh ribu Anak diseluruh Dunia dengan anak umur 13 tahun, yang melihat Ibunya jatuh meninggal didepan matanya sehabis berbicara dengannya?
- Ada berapa puluh ribu Anak yang mengalami kehilangan Nenek Kesayangannya yang merawatnya dari Bayi meninggal setahun sebelumnya dan Kucing kesayangannya dari kecil meninggal 3 bulan sebelum akhirnya ibunya yang sangat dibutuhkan oleh semua anak seusia 13 tahun menjelang remaja.
- Berapa puluh Anak yang sedang Bergembira sebulan sebelum keberangkatannya pergi Ke USA menemani ibunya yang akan menjadi Dosen Tamu di Harvard University, di hancurkan kegembiraan nya itu?
Setelah banyak berdiskusi melalui Whatsapp dan Line dengan orang-orang di Jakarta, dan berdiskusi dengan anakku, apakah dia ingin tinggal di Jerman atau melihat kemungkinan untuk hidup di Indonesia ...maka Kita sepakat untuk Terbang ke Indonesia saat itu juga tanpa Persiapan.
Semuanya Kami Tinggal di Jerman, rumah Dan Semua
perabotan Lengkap peninggalan Mamisa yang baru saja selesai merenovasi satu bulan sebelum wafat.
Kami Tinggalkan tanpa dapat menjualnya. Dan Semua Urusan Birokrasi pun aku abaikan.
Rumah dan seluruh isinya aku titipkan ke Kakak dari Istriku, yang sampai sekarang juga tidak mengirimkan uang sedikitpun dari Hasil penjualannya, dan dengan alasan yang dibuat-buat malah memutuskan hubungan denganku.
Yang Terpenting dan ada di benakku adalah secepatnya untuk menyelamatkan anakku...Jiwa dan perkembangan ARJUNA merupakan Prioritas pertama untuk Aku.
Tetapi di mana Kami akan Hidup? Di Jakarta, Solo atau di Semarang ???
Kalau di Bali Kurang Baik untuk Perkembangan Jiwa anakku, kalau di Solo di kota kelahirannya JUNA sendiri, dia tidak mau... Jadi Hanyalah Jakarta dan Semarang Yang Menjadi Pertanyaan ?
Bagi Kami...Dan Menurut perkiraanku pasti di Semarang Biaya Hidup jauh lebih Murah.
Keluargaku semua Tinggal di Jakarta sekarang, dulu mereka juga kuliah di Jerman, selain itu di keluarga besar yang lain bahasa inggris merupakan bahasa komunikasi sehari-hari, karena itu sangatlah mempermudah JUNA saat pertama untuk bertukar pikiran dengan keluarga yang lain.
Tetapi entah mengapa aku Berharap untuk Tinggal sementara di Semarang, di rumah dulu masa Remaja di Jalan Pandanaran (Ahmad Yani) No.171.
Sebenarnya aku ingin Tinggal di Semarang, juga untuk tidak langsung terjun di keramaian Ibukota Jakarta, sekalian ingin membangun kembali BISNIS ONLINE yang dulu kami bangun berdua (Mamisa dan aku) di Bali sekitar 17 tahun yang lalu.
Seperti ADAINDO ONLINE SHOP di Tripod itu adalah hasil kerja dari Mamisa sendiri, sementara aku sangat sibuk mengurus Cybercafe Satria dan produksi di Sanggar Sepatu kami yg. saat itu sudah memiliki 25 pengrajin sepatu.
Aku sangat senang waktu mendengar pernyataan JUNA yang juga senang dengan suasana Simpang Lima di Semarang.
Sayangnya Kami Tidak bisa terlalu lama menetap di Semarang.
Suatu hari, sewaktu aku dan JUNA sedang berjalan-jalan di Simpang Lima, ada seorang Ibu Muda yang menghampiri Kami dan menanyakan bagaimana kah hubunganku dengan JUNA...yang membuat Kami tertawa.
Ternyata ibu muda itu, bernama Dewi, seorang Mantan Topmodel beberapa tahun sebelumnya dan mengingatkanku dengan Mantan Pacarku dulu di Semarang, jadi Aku juga merasa Familiarr seperti sudah mengenalnya bertahun-tahun, ternyata sedang membutuhkan Peragawan yang berpenampilan seperti Arjuna dan ingin sekali bekerja sama dengan JUNA; kalau aku perbolehkan.
Sudah barang tentu itu keputusan JUNA, dan memang ia dari kecil sudah beberapa kali masuk majalah Mode di Jerman.
Dan ternyata mereka berdua langsung cocok dan akrab seperti Kakak dan Adik.
Beberapa saat kemudian secara kebetulan aku melihat Foto dari Almarhumah Ibu dari Mbak Dewi dan baru aku mengetahui Siapa sebenarnya dia?
Penasaran? Tunggu keluarnya Novel Kami "Dewi bagi seorang Satria"
Beberapa saat kemudian secara kebetulan aku melihat Foto dari Almarhumah Ibu dari Mbak Dewi dan baru aku mengetahui Siapa sebenarnya dia?
Penasaran? Tunggu keluarnya Novel Kami "Dewi bagi seorang Satria"
Dan Mbak Dewi itu ternyata lebih sering menetap di Jakarta, karena beberapa Pusat Perusahaannya yang juga bergerak di Dunia Mode dan Properti itu, pusatnya juga di Jakarta. Maka akhirnya Kami berdua pindah lagi ke Jakarta...yah jadi inget lagunya KoesPlus - Kembali Ke Jakarta
BACA JUGA:
loading...
powered by Surfing Waves